Kalau
kita buka google, lalu kita ketikkan asuhan keperawatan……dst…, akan
muncul berbagai macam link situs yang menyediakan materi asuhan
keperawatan.
Silahkan mendownload, sudah ada sekian ratus asuhan keperawatan. selalu ada update an
Begitu bunyi iklan yang berbayar.
Berbagai
macam situs ada, dari yang berbayar maupun yang gratisan. Pada umumnya
ditulis oleh perawat, dosen dan mahasiswa (atau non perawat juga), yang
ingin menyampaikan ilmu, aktualisasi diri (mungkin yang diposting materi
kuliahnya) dan membuat perawat lebih maju. Tujuan yang mulia sekali,
dan seyogyanya diikuti oleh perawat yang lain. TAPI WASPADALAH !!!!……….pola pikir seperti itu (asuhan keperawatan di internet) justru bertentangan dengan kaidah keperawatan sesungguhnya.
Berbicara mengenai asuhan keperawatan, tentu saja tidak lepas dari 3 hal , teori membuat asuhan keperawatan itu sendiri, pola pikir yang dipakai serta keadaan pasien.
Asuhan
keperawatan (askep) adalah gabungan dari tindakan komprehensif perawat
pada saat menyelesaikan masalah pasien. Kaidahnya sama dengan proses
ilmiah. Dimulai dengan pengkajian (pengumpulan data), penemuan masalah,
perencanan, aplikasi dan kemudian di evaluasi. Berdasarkan sudut
pandang keilmuannya keperawatan, sekali lagi keperawatan, bukan
kedokteran.
Sesuatu
yang dianggap masalah dalam perawatan pasien (atau yang sering kita
sebut diagnosa keperawatan) dari sudut pandang perawat adalah respon pasien terhadap penyakitnya, bukan “penyakit” yang dideritanya.
Jadi kembali lagi sebagai seorang perawat kita harus melihat respon
pasien kepada penyakitnya bukan penyakitnya seperti yang dilakukan oleh
dokter. Contohnya bagaimana?
Misal pasien dengan penyakit tertentu jadi tidak bisa mandi. Gara-gara
penyakitnya, pasien jadi tidak mampu ke toilet. Mungkin, dari sudut
pandang dokter, itu bukan urusannya, karena masalah yang utama bagi
dokter adalah penyakit pasiennya yang dia obati. Tapi bagi perawat,
tidak mampunya pasien mandi itu menjadi masalah besar. Yang kita
bicarakan disini adalah respon tubuhnya.
Pada kenyataannya, respon pasien terhadap penyakitnya itu bermacam-macam. Tergantung dari banyak hal. Menurut Gordon, ranah respon kebutuhan dapat dikategorikan menjadi 13 bagian. Tapi untuk memudahkan pembahasan, kita bisa membaginya dalam 4 kategori saja, yaitu biopsikososio dan spiritual.
Perlu
kita ketahui bahwa, walaupun tehnik pengkajiannya sama, pendalaman
informasi dan sudut pandang yang dilakukan oleh dokter berbeda. Dalam
pengkajiannya, dokter mengumpulkan data sebanyak-banyaknya (setepat
mungkin) yang kemudian dikumpulkan, dikaji, dianalisis yang mengerucut
menjadi sebuah diagnosa. Contohnya :
ketika bertemu pasien batuk lebih dari 2 minggu, keringat dingin malam
hari, test mantouk positif. Gambaran rontgen paru blur dsb. Diagnosanya
mungkin (atau pasti) TBC.
Berbeda
dengan dokter, cara mengkaji perawat berdasarkan keluhan pasien. Ketika
pasien mengeluh sesak, ya diagnosanya sesak. Kalo sakit, ya sakit, klo
bosan ya bosan. Trus kalau pasien keluhannya tidak punya uang?????ya
diagnosanya tidak punya uang. Begitu simpelnya (khusus untuk pasien yang
sadar).
Tapi
tentu saja kita sebagai perawat punya sudut pandang dan bahasa
keilmuan. Sebagai contoh, ketika kita menemukan pasien mengeluh sesak ,
harus kita gali sebenarnya apa yang dimaksud dan dirasakan pasien dengan
“SESAK”
tersebut. Disinilah kita harus mengerti tentang konsep penyakit beserta
konsep anatomi, fisiologi dan patologinya. Kita harus mengerti
sebetulnya apa yang terjadi di dalam tubuh, yang kemudian menimbulkan
“perasaan/respon tubuh” berupa SESAK. Kita tahu dalam ilmu patofisiologi
bahwa sesak pada pasien dapat ditimbulkan akibat terjadi gangguan
system pernafasannya. Apakah
gangguannya di jalan nafas, apakah karena penumpukan secret, akibat
transfer O2 dari alveoli ke darah terhambat atau akibat pusat nafasnya
yang terganggu. Inilah yang disebut dengan
etiologi. Dengan mengetahui alur permasalahannya, kita dapat merumuskan
sebuah diagnosa. Sesak karena gangguan jalan nafas dengan sesak karena
pusat nafasnya terganggu merupakan dua hal yang berbeda. Maka
penulisannya berbeda. Tentu saja mengenai teknik penulisannya menurut
bahasa yang ilmiah serta universal seperti NANDA tidak dibahas sekarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar