Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillaahir rahmaanir rahiim...
Bismillaahir rahmaanir rahiim...
Mereka menyampaikan bahwa tidak benar penisbatan pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai Wahabi atau Wahabiyyah.
Para Ulama sudah
sepakat bahwa penamaan pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab dinisbatkan
kepada nama ayahnya agar dapat dibedakan dengan pemahaman Sayyidina
Muhammad bin Abdullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Mereka
menyampaikan bahwa kaum Wahabiyyah sebenarnya adalah yang mengikuti
pemahaman Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al-Abadhi.
Abdul Wahhab bin
Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al-Abadhi adalah sosok lain. Sepak
terjangnya tidak lah menjadi perhatian para ulama. Terjadinya jauh
sebelum abad 12 H. Terlebih lagi dia tidak berasal dari Najd.
Yang dibacarakan
orang banyak adalah ulama asal Najd yakni Muhammad bin Abdul Wahhab.
Bahkan sebagian ulama berpendapat yang dimaksud dua tanduk setan dari
Najd, salah satunya adalah Muhammad bin Abdul Wahhab
Bahkan ulama
mereka sendiri Abdul Aziz bin Abdillah bin Bazz mentashhihkan kitab
biografi Ulama Muhammad ibnu Abdil Wahhab karya Syekh Ahmad ibn Hajar
al-Butami yang menyampaikan bahwa Wahhabi adalah pengikut ulama Muhammad
bin Abdul Wahhab..
- Di halaman 59 disebutkan : ﻓﻘﺎﻣﺖ ﺍﻟﺜﻮﺭﺍﺕ ﻋﻠﻰ ﻳﺪ ﺩﻋﺎﺓ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﻴﻦ “maka tegaklah revolusi di atas tangan para da’i Wahhabi”
- Di halaman 60
disebutkan : ﻋﻠﻰ ﺃﺳﺎﺱ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺍﻟﺪﻳﻨﻴﺔ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ ﻓﻲ ﻣﻜﺔ “ atas dasar
dari dakwah agama Wahhabi di Mekkah” , ﻳﺪﻳﻨﻮﻥ ﺑﺎﻹﺳﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻲ
, “mereka beragama dengan Islam atas Mazhab Wahhabi”
Begitupula dengan apa yang disampaikan oleh ulama abad 12 H yang hidup semasa dengan ulama Muhammad bin Abdul Wahhab.
Ulama Madzhab
Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang populer dengan sebutan Ibn
Abidin, juga berkata dalam kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar sebagai
berikut: “Keterangan tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum
Khawarij pada masa kita. Sebagaimana terjadi pada masa kita, pada
pengikut Ibn Abdul Wahhab yang keluar dari Najd dan berupaya keras
menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti madzhab Hanabilah. Akan
tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin, sedangkan orang
yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-orang musyrik. Dan
oleh sebab itu mereka menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan para
ulamanya sampai akhirnya Allah SWT memecah kekuatan mereka, merusak
negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada tahun 1233
H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, juz
4, hal. 262).
Ulama madzhab
al-Maliki, al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama
terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata
dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalain sebagai berikut: “Ayat ini turun
mengenai orang-orang Khawarij, yaitu mereka yang mendistorsi penafsiran
al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalkan darah dan
harta benda kaum Muslimin sebagaimana yang terjadi dewasa ini pada
golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan
aliran Wahhabiyah, mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu
(manfaat), padahal merekalah orang-orang pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi
‘ala Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).
Mereka katakan
bahwa apa yang kami sampaikan adalah untuk menjauhkan kaum muslim dari
dakwah sunnah atau menjauhkan dari ajaran agama.
Kami bukanlah
menjauhkan saudara-saudara muslim kami dari dakwah sunnah atau
menjauhkan dari ajaran agama namun kami menjauhkan saudara-saudara
muslim kami dari pemahaman ulama yang mengaku-aku mengikuti pemahaman
Salaf yang sholeh namun tidak bertalaqqi (mengaji) dengan Salaf yang
sholeh.
Kami berupaya
mengingatkan saudara-saudara muslim kami untuk mengikuti sunnah atau
ajaran agama sebagaimana yang disampaikan oleh Imam Mazhab yang empat
yang diperoleh dari apa yang disampaikan oleh lisannya Salaf yang
Sholeh yang diperoleh dari apa yang disampaikan oleh lisannya
Rasulullah Shallallahu Alaihi Sasallam.
Mereka menyampaikan pendapat ulama mereka seperti Abdul Aziz bin Baz mengatakan, “Orang yg memusuhi Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab ada 2 (dua) golongan :
- Golongan yang berada dalam kubang kesyirikan mereka memusuhi syekh karena ingin kembali kedalam kesyirikan mereka, sebab syekh menyerukan tauhid, sedang mereka menggandrungi kesyirikan.
- Orang orang jahil yg tertipu oleh juru dakwah kebatilan.Orang-orang jahil tersebut hanya taklid buta kepada sesama orang jahil atau orang yang dengki. (Majmu' Fatawa wa maqalat 9\234)
Andaikan orang
yang berada dalam lubang kesyirikan memusuhi atau membenci Muhammad bin
Abdul Wahhab dan para pengikutnya, mengapa penguasa Amerika yang
dibelakangnya kaum Zionis Yahudi tidak membenci penguasa kerajaan
dinasti Saudi dan bahkan mereka bersahabat ? Ataukah penguasa kerajaan dinasti Saudi juga berada dalam lubang kesyirikan ? Kenapa mereka menjadikan dinasti Saudi sebagai pemimpin mereka ?
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda : “Barangsiapa
memilih seseorang menjadi pemimpin untuk suatu kelompok, yang di
kelompok itu ada orang yang lebih diridhai Allah SWT dari pada orang
tersebut, maka ia telah berkhianat kepada Allah SWT, Rasul-Nya dan
orang-orang yang beriman.” (HR. Hakim)
Kami tidaklah
memusuhi ataupun membenci ulama Muhammad bin Abdul Wahhab. Kami hanya
menyampaikan apa yang disampaikan oleh ulama-ulama terdahulu yang
sholeh. Bahkan ayah beliau sendiri menjelaskan bahwa ulama Muhammad bin
Abdul Wahhab tidak seperti ulama-ulama lainnya yang belajar kitab-kitab
Imam Mazhab.
Ulama Madzhab
Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi dalam
kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah ketika menulis
biografi Syekh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, menuliskan sebagai
berikut:
“Sebagian ulama
yang aku jumpai menginformasikan kepadaku, dari orang yang semasa dengan
Syekh Abdul Wahhab ini, bahwa beliau sangat murka kepada anaknya,
karena ia tidak suka belajar ilmu fiqih seperti para pendahulu dan
orang-orang di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang
anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada
masyarakat, “Hati-hati, kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.”
Sampai akhirnya takdir Allah SWT benar-benar terjadi. (Ibn Humaid
al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah, hal. 275).
Pemahaman
Muhammad bin Abdul Wahhab mengikuti pemahaman Ibnu Taimiyyah yang
semula bermazhab Hanbali namun pada akhir mereka bermazhab dengan akal
pikiran mereka sendiri bersandarkan muthola’ah (menelaah kitab) secara
otodidak.
Syaikhul Islam
Ibnu Hajar Al Haitami pernah ditanya tentang akidah mereka yang semula
para pengikut Mazhab Hambali, apakah akidah Imam Ahmad bin Hambal
seperti akidah mereka ?
Beliau menjawab:
“Akidah Imam ahli sunnah, Imam Ahmad bin Hambal –semoga Allah SWT
meridhoinya dan menjadikannya meridhoi-Nya serta menjadikan taman surga
sebagai tempat tinggalnya, adalah sesuai dengan akidah Ahlussunnah wal
Jamaah dalam hal menyucikan Allah SWT dari segala macam ucapan yang
diucapkan oleh orang-orang zhalim dan menentang itu, baik itu berupa
penetapan tempat (bagi Allah), mengatakan bahwa Allah SWT itu jism
(materi) dan sifat-sifat buruk lainnya, bahkan dari segala macam sifat
yang menunjukkan ketidak sempurnaan Allah SWT.
Adapun
ungkapan-ungkapan yang terdengar dari orang-orang jahil yang
mengaku-ngaku sebagai pengikut imam mujtahid agung ini, yaitu bahwa
beliau pernah mengatakan bahwa Allah SWT itu bertempat dan semisalnya,
maka perkataan itu adalah kedustaan yang nyata dan tuduhan keji
terhadap beliau. Semoga Allah SWT melaknat orang yang melekatkan
perkataan itu kepada beliau atau yang menuduh beliau dengan tuduhan yang
Allah SWT telah membersihkan beliau darinya itu.
Al Hafizh Al
Hujjah Al Imam, sang panutan, Abul Faraj Ibnul Jauzi, salah seorang
pembesar Imam Mazhab Hambali yang membersihkan segala macam tuduhan
buruk ini, telah menjelaskan tentang masalah ini bahwa segala tuduhan
yang dilemparkan kepada sang imam adalah kedustaan dan tuduhan yang keji
terhadap sang imam. Bahkan teks-teks perkataan sang imam telah
menunjukkan kebatilan tuduhan itu, dan menjelaskan tentang sucinya Allah
SWT dari semua itu. Maka pahamilah masalah ini, karena sangat penting.
Janganlah sekali-kali kamu dekati buku-buku karangan Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnul Qayyim dan orang seperti mereka berdua.
Siapa yang bisa memberikan petunjuk orang seperti itu selain Allah SWT.?
Bagaimana
orang-orang atheis itu melampaui batas-batas, menabrak aturan-aturan
dan merusak tatanan syariat dan hakikat, lalu mereka menyangka bahwa
mereka berada di atas petunjuk dari Tuhan mereka, padahal tidaklah
demikian. Bahkan mereka berada pada kesesatan paling buruk, kemurkaan
paling tinggi, kerugian paling dalam dan kedustaan paling besar. Semoga
Allah SWTmenghinakan orang yang mengikutinya dan membersihkan bumi ini
dari orang-orang semisal mereka. (Sumber: Al Fatawa Al Haditsiyah 1/480
karya Syekhul Islam al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami)
Begitupula Syekh
Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi
imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab
Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjelaskan dalam
kitab-kitab beliau seperti ‘al-Khiththah al-Mardhiyah fi Raddi fi
Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffuzh bian-Niyah’, ‘Nur al-Syam’at fi
Ahkam al-Jum’ah’, bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al
Jauziah menyelisih pemahaman Imam Mazhab yang Empat. Imam Mazhab yang
Empat bertemu dan mendapatkan pemahaman langsung dari lisannnya Salaf
yang sholeh.
Apa yang telah
terjadi di Arab Saudi selama penjajahan dinasti Saudi merupakan musibah
bagi dunia Islam. Dari sejak kelahiran kerajaan dinasti Saudi mereka
bersahabat dengan Kerajaan Protestan Anglikan, Inggris dan pada saat
sekarang mereka bersahabat dengan Amerika. Dibelakang sahabat mereka
semua adalah kaum Zionis Yahudi.
Bahkan mereka
sekarang menyusun kurikulum pendidikan agama bekerja sama dengan Amerika
sebagaimana diketahui dari tulisan pada,
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/03/04/2011/02/07/muslim-bukanlah-ekstrimis/
Dulu mereka
dikenal bermazhab Hanbali namun pada akhirnya pemahaman agama mereka
mengikuti pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab sebagai pemahaman resmi
kerajaan dinasti Saudi.
Mereka memiliki
lembaga Al-Lajnah Ad-Da`imah lil Buhuts Al-’Ilmiyyah wal Ifta` (Komite
Tetap untuk Riset Ilmiah dan Fatwa). Namun mereka berfatwa pada umumnya
bersandarkan pada pendapat Muhammad bin Abdul Wahhab atau pendapat
Ibnu Taimiyyah, ulama-ulama yang mengaku-aku mengikuti pemahaman Salaf
yang sholeh namun tidak bertalaqqi (mengaji) dengan Salaf yang sholeh.
Mereka meninggalkan pendapat para Imam Mazhab yang Empat yang bertalaqqi
(mengaji) dengan Salaf yang sholeh.
Akibatnya mereka
berpendapat bahwa Imam Baihaqi, Imam Nawawi maupun Ibnu Hajar telah
sesat dalam memahami ayat-ayat mutasyabihat tentang sifat Allah SWT atau
telah terjatuh/tergelincir pada penakwilan terhadap sifat-sifat
Allah SWT. Pendapat mereka bahwa pemahaman tersebut tidak sesuai dengan
pemahaman Salafush Sholeh. Pada kenyataanya yang dimaksud oleh mereka
tidak sesuai dengan pemahaman Salafush Sholeh adalah tidak sesuai
dengan pemahaman ulama Ibnu Taimiyyah dan para pengikutnya. Hal ini
terurai dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/07/klaim-mereka/
Contoh lain, tata
cara sholat mereka tidak lagi merujuk kepada salah satu dari Imam
Mazhab yang empat. Mereka mengikuti tata cara sholat contohnya seperti
yang dipahami oleh Al Albani pengikut Muhamad bin Abdul Wahhab
berdasarkan muthola'ah (menelaah) kitab secara otodidak.
Ulama besar
Syria, DR. Said Ramadhan Al-Buthy telah berdialog dengan ulama Al
Albani untuk mengetahui “pemahaman” ulama Al Albani langsung dari
lisannya.
Akhirnya
kesimpulan DR. Said Ramadhan dituangkan dalam buku berjudul Al-Laa
Mazhabiyah, Akhtharu Bid’atin Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiyah. Kalau
kita terjemahkan secara bebas, kira-kira makna judul itu adalah : Paham
Anti Mazhab, Bid’ah Paling Gawat Yang Menghancurkan Syariat Islam.
Sedikit penjelasan tetang buku tersebut dalam tulisan pada
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/18/paham-anti-mazhab/
Juga telah
diuraikan dalam salah satu tulisan pada,
http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/11/22/tidak-cukup/, bahwa ulama
Al Albani terlihat mengingkari hadits seperti Rasulullah bersabda, “Barangsiapa
yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia
tidak bertambah dari Allah SWT kecuali semakin jauh dari-Nya” (diriwayatkan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nomor 11025, 11/46)
Pengingkaran atau
kesalah pahamannya pada hadits-hadits lain telah pula diuraikan dalam
tulisan pada
http://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/04/inilahahlussunnahwaljamaah.pdf
Bahkan salah
satu ulama keturunan cucu Rasulullah mengatakan dalam tulisannya
tentang Al Albani pada
http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=22475&catid=9,
bahwa beliau sebenarnya tak suka bicara mengenai ini (menyampaikannya),
namun beliau memilih mengungkapnya ketimbang hancurnya ummat.
Penjajahan yang dilakukan oleh dinasti Saudi terhadap Arab Saudi tentulah atas kehendak Allah Azza wa Jalla.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda “Kalian
akan mengalami babak Kenabian selama masa yang Allah SWT kehendaki,
kemudian babak kekhalifahan mengikuti manhaj Kenabian selama masa yang
Allah SWT kehendaki, kemudian babak Raja-raja yang menggigit, selama
masa yang Allah SWT kehendaki, kemudian babak para penguasa yang
memaksakan kehendak selama masa yang Allah SWT kehendaki, kemudian
kalian akan mengalami babak kekhalifahan mengikuti manhaj Kenabian,
kemudian Nabi diam.” (HR Ahmad)
Sebagaimana kita
ketahui Ummat Islam dewasa ini sedang menjalani babak keempat dari
lima babak perjalanan sejarahnya di akhir zaman.
Tiga babak sebelumnya telah dilalui :
- Babak Pertama, babak An-Nubuwwah (Kenabian) yakni masa ketika manhaj kenabian berlangsung.
- Babak Kedua, babak Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwah (Kekhalifahan yang mengikuti Sistem / Metode Kenabian)
- Babak Ketiga, babak Mulkan ’Aadhdhon (Raja-raja yang menggigit)., masa ketika raja-raja masih “mengigit” / berpegangan pada Al-Qur’an dan Hadits.
Sesudah
berlalunya babak ketiga yang ditandai dengan tigabelas abad masa
kepemimpinan Kerajaan Daulat Bani Umayyah, kemudian Kerajaan Daulat
Bani Abbasiyyah dan terakhir Kesultanan Utsmani Turki, maka selanjutnya
ummat Islam memasuki babak keempat, babak Mulkan Jabbriyyan
(Penguasa-penguasa yang memaksakan kehendak seraya mengabaikan kehendak
Allah SWT dan Rasul-Nya).
Babak keempat
diawali semenjak runtuhnya Kesultanan Utsmani Turki yang sekaligus
merupakan kekhalifahan Islam terakhir pada tahun 1924. Setelah runtuhnya
sistem pemerintahan Islam, maka selanjutnya ummat Islam mulai menjalani
kehidupan dengan mengekor kepada pola kehidupan bermasyarakat dan
bernegara ala Barat.
Mulailah di
berbagai negeri muslim didirikan di atasnya berbagai nation-state
(negara bedasarkan kesatuan bangsa/wilayah). Padahal sebelumnya semenjak
Nabi shollallahu Alaihi Wasallam menjadi kepala negara Daulah
Islamiyyah (Negara Islam) pertama di Madinah, ummat Islam hidup dalam
sistem aqidah-state (negara berdasarkan kesatuan aqidah) selama ribuan
tahun.
Sekarang kita
dapat melihat bagaimana penguasa dinasti Saudi bersahabat dengan
Amerika yang dibelakangnya adalah kaum Zionis Yahudi.
Firman Allah Azza wa Jalla, yang artinya,
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman
kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak
henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa
yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa
yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh
telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya” , (QS Ali Imran, 118)
“Beginilah
kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan
kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai
kamu, mereka berkata “Kami beriman”, dan apabila mereka menyendiri,
mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu.
Katakanlah (kepada mereka): “Matilah kamu karena kemarahanmu itu”.
Sesungguhnya Allah SWT mengetahui segala isi hati“. (QS Ali Imran, 119)
“Tidakkah
kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai
Allah sebagai teman? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan
(pula) dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan
kebohongan, sedang mereka mengetahui“. (QS Al Mujaadilah [58]:14 )
“Janganlah
orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin)
dan meninggalkan orang-orang mu’min. Barang siapa berbuat demikian,
niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah…” (Qs. Ali-Imran : 28)
“Kamu
tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak,
atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Qs. Al Mujadilah : 22)
Wassalam. Insya bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar